Guru Pendekar Tanpa Tanda Jasa
PAHLAWAN TANPA TANDA JASA
Sebagai Guru sering kali disebut sebagai satria tanpa tanda jasa. Jasa mereka untuk mencerdaskan bangsa layak diacungi jepol.Berkat para satria pendidik itu dikala ini bagaimana mengisi kemerdekaan demi kemajuan dunia pendidikan ditanah air.
Tentang satria tanpa tanda jasa yang begitu penting peranya hingga kala kini.Yaitu para guru banyak melahirkan orang arif yang kesannya menciptakan negara semakin maju. Namun apakah semua guru berhak menerima julukan tersebut?
Meski berstatus sebagai guru namun terkadang nasib sanggup berbeda. Contohnya saja soal penghasilan, tunjangan, akomodasi dan sebagainya. Mereka yang menjadi guru di kota besar tentu lebih baik di banding para guru di pedalaman.
Guru adalah satria tanpa tanda jasa. Karena sebesar apapun jasanya tidak ada tanda jasa yang ia terima. Tidak ada pangkat bintang 1, bintang 2 ataupun bintang-bintang yang lain. Diera 90 an guru menerima julukan satria tanpa tanda jasa, lantaran dikala masa-masa itu guru berjuang mencerdaskan bangsa dengan penghasilan yang sebenarnya.
Seiring perkembangan paradigma dan perubahan kebijakan sekarang anggapan itu berubah 180 derajat lantaran adanya sertifikasi guru. Pelaksanaan sertifikasi guru dimulai semenjak tahun 2007 sehabis diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 perihal Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Landasan aturan yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan sertifikasi guru semenjak tahun 2009 yakni Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 perihal Guru.
Tahun 2013 merupakan tahun ketujuh pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan.Kini guru bersertifikasi mempunyai pendapatan 24 kali gaji, yaitu 12 honor pokok,12 pinjaman sertifikasi dan kalau PNS masih ada 1 honor ke 13.
Guru telah mengabdikan diri untuk kepentigan bangsa dan negara, mengejar dan mendidik purta – putri tanpa mengenal lelah, telah banyak melahirkan pemimpin bangsa baik dari tingkat sentra maupun tingkat daerah.
Ada Yang menjadi Presiden, Menteri, Gubernur, Walikota, Bupati, Camat, Lurah, ada pula yang menjadi pemimpin Militer, Pengusaha, Politikus, dsb. Kesemua itu yakni orang – orang yang berhak mendapatkan tanda jasa dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara, bahkan matipun masi diberi tanda jasa, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, dan dinaikkan pangkatnya lebih tinggi.
tapi bagaimana dengan guru? yang telah memperlihatkan segalanya untuk bangsa dan negara yang telah melahirkan banyak pemimpin bangsa, hanya diberi gelar pahlawan tanpa tanda jasa.Guru tidak berhak untuk menikmati fasilistas Negara dan ketika beliau meningal tidak berhak dimakamkan di taman makam satria dan tidak dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi “Itulah Indonesia” ada apa dengan semua ini ?.
Guru demikian sebutan profesi yang diemban. Sebagai salah satu pilar pokok dari keberhasilan proses pencerdasan anak bangsa untuk kemudian menjadi generasi pelanjut. Memang tidak gampang menyandang profesi seorang guru. Merubah abjad kepribadian siswa tidaklah semudah menyematkan pengetahuan kepada siswa.
Terkadang persoalan-persoalan perubahan prilaku orang-orang remaja turut menjadi tanggung jawab dunia pendidikan formal kita. Seperti lupa kalau bentukan prilaku seseorang berangkat dari lingkungan keluarga sebagai peletak dasar pendidikan disamping lingkungan masyarakat.Tanpa menafikan itu, guru tetaplah harus menyebabkan momentum kepahlawananya sebagai titik balik dari perjuangan untuk merubah paradigma dan orientasinya.
Memang tanggung jawab pendidikan bangsa tidaklah mudah, sehingga dituntut sikap profesionalisme dan peningkatan kompotensi guru perlu menerima perhatian serius. Tidak salah kalau dalam masyarakat kita bermacam-macam tuntutan dan impian yang harus diwujudkan sebagai sebuah bentuk kekhawatiran akan keselamatan “anak-anak bangsa” untuk sanggup menjadi generasi penerus.
Filosofi pendidikan sebagai sebuah proses “memanusiakan manusia” tetap menjadi dasar berpijak pelaksanaan pendidikan. Hal ini perlu menerima perhatian serius bagi kalangan guru sebagai tenaga profesional dengan isyarat etik yang jelas.
Kekhawatiran masyarkat muncul bukan tanpa alasannya meski masih kasuistik, akan tetapi menjadi perlu untuk menjadi masukan positif bagi para Guru. Jika tidak.. maka masihkan masuk akal “Guru Pahlawan tanpa tanda Jasa?”.
Meskipun disadari sepenuhnya bahwa keberhasilan pelaksanaan pendidikan yang bermutu tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Guru. Bahwa pendidikan yakni merupakan tanggung jawab semua pihak, orang tua, masyarakat, praktisi pendidikan, pemerintah, LSM, dan semua koponen masyarakat yang pribadi atau tidak pribadi terlibat dalam mendukung kesuksesan pendidikan nasional.
Di hari ini supaya sanggup dijadikan sebagai momentum penting untuk merubah mind set bagi semua komponen stake holders pendidikan bahwa keselamatan dan keberhasilan pendidikan anak bangsa menjadi tanggung jawab bersama.
Guru tetaplah menjadi Pioner bagi pelaksanaan pendidikan dan Masyarakat menjadi faktor pendukung berpengaruh untuk keberhasilan pelaksanaan pendidikan.Mereka para guru menitipkan bekal pada kita berupa ilmu (science) & pengetahuan (knowledge), yang nantinya akan kita pakai dalam meniti perjalanan hidup kita.
Ia berkhasiat menyerupai cadangan air ketika dahaga, system reserve ketika ukuran fuel bensin merah mentok ke kiri, menyerupai bom waktu yang siap meledak melahirkan ide-ide yang brilian. Jika kita membahas kata guru dalam kamus besar bahasa Indonesia dinyatakan guru yakni orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.
Jika dalam Wikipedia dari bahasa sansakerta secara harfiah berarti berat, namun dipahami juga dihormati. Secara umum arti guru merujuk kepada pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi akseptor didik atau muridnya.
Dalam filosofi jawa guru dimaknai dengan“digugu dan ditiru” artinya mereka yang selalu dicontoh dan dipanuti. Seperti peribahasa “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”, yang artinya: bila seorang guru melaksanakan suatu kesalahan, maka murid pun akan mengikuti berbuat salah juga, malahan lebih lagi. Peribahasa ini menekankan arti penting guru dalam kehidupan. Betapa guru mempunyai kiprah penting dalam kemajuan bawah umur bangsa lantaran ditangannyalah generasi calon pemegang tongkat estafet bangsa di negeri ini.
Jadi marilah kita menghormati guru dengan segala upaya pantang mengalah mencerdaskan bawah umur bangsa , meski masih ada yang dicaci lantaran sikap jelek sebagian guru atas kekhilafannya. Semoga profesi guru semakin sejahtera kedepan sehingga lebih menyemangati dalam pengabdiannya dan jangan terlena dengan pinjaman yang diberikan sehingga melupakan kiprah mulianya.
Jangan hanya siap mendapatkan honor besar tapi harus siap dengan jiwa besar mendidik dan mempintarkan akseptor didik. Kiranya masih banyak guru yang belum rata mendapatkan pinjaman dari Pemerintah ,namun jangan jadikan itu sebagai alasan untuk mengabaikan mengajar akseptor didik. Ingat ! Jasa guru begitu mulia, mengajar sepenuh hati dan mendidik sepenuh jiwa.
Semoga guru-guru di negeri ini ini tidak memandang seberapa banyak pinjaman yang bakal diterima tetapi seberapa banyak ilmu yang sanggup diberikan kepada akseptor didik, sehingga bawah umur di negeri ini menjadi calon pemimpin bangsa yang mempunyai kualitas dan kapabilitas diunggulkan.
Mari kita berbenah diri apa yang belum kita kuasai sebagai guru terus berguru dan menambah ketrampilan mengajar sesuai kala global yang semakin maju pesat ini.Selamat berjuang pahlawanku......
***
Karya : Oleh : Yan Piet Onno.
Edukator, Motivator, Trainer dan Penulis Buku/Opini.
Belum ada Komentar untuk "Guru Pendekar Tanpa Tanda Jasa"
Posting Komentar